Melihat Allah di Surga, Masih meributkan Arah bagi Allah SWT
Kamis, Juli 14, 2022
Tambah Komentar
Melihat Allah di surga, Masih meributkan Arah bagi Allah SWT-
Entah sampai kapan dakwah tajsim salafy wahabi ini terus menerus mereka syiarkan, maka hingga itu pula akan selalu ada bantahannya. Nanti pasti ada lagi da'i yang berkata "Ngapain sih ngeributin itu juga, sudahlah berlapang dada sajalah kita"
Entah kenapa saya keheranan sama da'i yang berbicara seperti itu, seolah-olah kita tidak boleh berstatement dan mereka yang dari kalangan wahabi boleh berstatement, yang kalangan wahabi boleh membantah argument, sedangkan Aswaja kalau membantah argument dituduh cari ribut dan disuruh berlapang dada.
Da'i-da'i seperti itu memang saya dapati Pro ke manhaj sana dari pada argument ilmiah, haha.
Di video ini menarik sekali, sebenernya saya sudah lumayan beberapa minggu lalu ingin menulis ini, namun ya mood belum sempurna buat nulis, makanya malas aja, hehe.
Bagaimana kita melihat Allah disurga kelak?
Penjelasan dari Ustad Salman di video dbawa ini tentang melihat Allah di surga kelak ilmiah, karena mencantumkan beberapa pendapat, bahkan pendapat Imam Asy'ari. Namun yang sangat disayangkan adalah pada hampir akhir video, dimana beliau menetapkan "arah", sebagaimana dikatakan bahwa "Allah bersemayam diatas Arsy".
Ada 2 pembahasan yang ingin saya bahas, namun kita mulai dengn yang pertama. Bantahan saya ini hanya bersifat dalil Aqli.
Beliau mengatakan bahwa Mu'tazilah menafikan hadits perkara melihat Allah, sebab tidak mungkin kita melihat Allah, karena melihat Allah berarti menuju kesuatu arah dan Allah tidak mungkin ada pada arah (jihah) tertentu. Pernyataan ini memang benar, kalau kita memakai alam dunia sebagai patokan.
Lalu Mu'tazilah membantah argument dari Asya'irah "Kita akan melihat Allah namun tidak kepada arah tertentu" itu menengok apa, itu melihat dalam kepala namanya" begitu ujar ust salman mengemukakan pendapat mu'tazilah.
Begini, apakah di Alam mimpi kita bisa memastikan bahwa kita melihat sesuatu itu dengan mata kita.? Kalau bisa memastikan itu mata, maka itu bukan mimpi namanya.
Coba anda fikirkan, coba anda renungkan, tapi tak perlu nanya bintang-bintang, hehe.
Kita tertidur, kemudian mimpi, apakah anda yakin dengan seyakin-yakinnya, ketika dialam mimpi anda melihat dengat biji mata anda.? Bukankah anda sedang tertidur.? Lalu di alam mimpi anda melihat dengan apa.?
Kemudian begini, ketika di alam barzakh, anda macam mana mau nengok munkar dan nankir.? Bukankah anggota tubuh yang pertama kali membusuk ketika manusia dikuburkan adalah biji matanya.? (Silahkan tanya dokter).
Lalu bagaimana anda meyakini bahwa anda akan melihat malaikat munkar dan nankir dengan kedua mata anda? Toh fisik anda yang membusuk pertama kali adalah Mata.
Jadi kesimpulannya, anda tidak bisa membawa hukum alam dunia, ke alam lainnya yang sifatnya ghaib. Alam intuitif (bawah sadar) anda saja, anda tidak bisa menjelaskan anda melihat dengan apa.? Atau mungkin amda pernah melihat seseorang yang sedang dihipnotis, tertidur, kemudian diberi sugesti "Apakah anda melihat cahaya?"
"Oh iya saya melihat cahaya"
Nah itu gimana cara dia melihatnya coba? Sedangkan matanya saja merem?
Itu baru alam bawah sadar, belum lagi alam ghaib lainnya, bagaimana anda bisa menetapkan hal yang sejatinya hukumnya jelas berbeda. Itu namanya spekulasi anda saja dan anda tidak bisa menetapkan spekulasi anda sebagai dalil yang paling benar, karna tidak mungkin menetapkan hal yang sifatnya ghaib/metafisik.
Lalu pembahasan kedua adalah Istiwa Allah.
Tolong bedakan kalimat "Istiwa Allah diatas Arsy" dengan "Istawa Allah atas Arsy".
Kalau kalimat pertama, itu namanya kita menetapkan, karena memakai kata "Di" yang artinya menyifati. Namun kalau kalimat kedua, kita menyatakan keber-hak-an Allah atas Arsy.
Istiwa Allah atas Arsy, berarti keber-hak-an Allah atas arsy yang juga makhluk, sedangkan Allah ghairu Makhluk. Kalau kita menetapkan sifat, berarti Allah bisa dinalar dan bersifat empirik, itu hal yang mustahil, maka ini tetap bersifat spekulatif, karena perspektif kita akan sebuah Nash yang sifatnya mutasyabihat, bukan muhkam.
Kesepakatan ulama itu adalah mensucikan fikiran kita, saya lebih suka memakai kalimat ini, karena bentuk adab juga kepada Allah, sebab Allah itu sudah Maha Suci sebelum adanya makhluk dan tidak akan berubah, maka lebih etis rasanya memakai diksi "mensucinan fikiran kita tentang Allah".
Ooh tapi kan ulama ada yang mengatakan bahwa Allah itu bersemayam diatas arsy, dan ulama ini mengatakan bahwa istawa Allah itu atas Arsy bukan diatas arsy. Ya ini perspektif kita masing-masing bagaimana memahami teks, ada yang memahami zahir teks semata, ada yang memahami dengan pemaknaan teks atau ada yang ta faham-fahan.
Jadi apapun pendapat kita tentang teks, itu sifatnya semua spekulasi, namun yang jelas Allah tidak tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu, apalagi arah. Karena kalau anda belajar filsafat, bahakn filsafat barat sekalipun, mereka akan mengatakan hal yang serupa, karena tidak mungkin Tuhan itu terpengaruh atau menempati ruang dan waktu, itu bukan Tuhan namanya.
Maka hal tersebut juga disepakati oleh filsuf barat, bahwa Allah itu tidak menempati ruang dan waktu, masa iya ente muslim mengatakan Allah itu berada pada sebuah tempat dengan arah atas. Ini kan gimana gituh...
Belum ada Komentar untuk "Melihat Allah di Surga, Masih meributkan Arah bagi Allah SWT"
Posting Komentar